“Mmm..., mau sih..,
emang kenapa?” jawabku dengan ragu-ragu dan langsung balik bertanya.
“Kamu mau jadi Korwil ismafarsi ga?” tanyanya lagi.
“Jadi korwil?! Emang ngapain aja kerjaannya? Berat ga?” ku
balik bertanya lagi.
Akhirnya setelah diberi penjelasan sedikit tentang korwil
Ismafarsi dan alasannya kenapa mengusulkan namaku menjadi calon korwil
Ismafarsi, aku jawab, “ Insyaallah bersedia” jawaban yang ku keluarkan dengan
keraguan, kebimbangan, tapi ada sedikit rasa bangga karena mempercayakanku
menjadi calon kordinator wilayah JABODELATA Ismafarsi.
Beberapa hari kemudian, kami – anggota Ismafarsi komisariat
UIN Syarif Hidayatullah – kumpul di kelas untuk membahas beberapa hal, dan
salah satunya tentang pencalonan korwil ismafarsi. Dari diskusi itu, didapatlah
3 calon kandidat yang akan menjadi calon korwil, aku dan 2 orang temanku – Arum
dan Erwin. Dua orang itu memang lebih aktif di Ismafarsi dibandingkan denganku.
Pada saat itu, teman-teman yang lain pun menyatakan dukungan mereka
masing-masing kepada nama-nama yang disebutkan sebagai calon. Tapi, yang ku
dengar hanyalah nama 2 orang temanku saja yang disebut-sebut, “Erwin! Erwin...!”,
“Arum...” Tidak ku dengar ada yang menyebutkan namaku pada saat itu. Semangatku
menjadi korwil pun turun dan mulai pesimis, takut tidak mendapat dukungan dan
diremehkan oleh teman-teman.
Seiring berjalannya waktu, semakin dekat dengan Musyawarah
Wilayah Ismafarsi, di mana pada waktu itu akan diadakan laporan
pertanggungjawaban korwil yang lama, sekaligus pemilihan korwil baru. Ku dengar
kabar, bahwa kedua calon kandidat yang lain mengundurkan diri karena berbagai
alasan. Tinggallah aku seorang yang dicalonkan. Kesiapan menjadi korwil terus
ditanyakan kepadaku. Pada waktu itu, aku masih bimbang. Mengingat aku sudah
memegang 2 amanah, sebagai wakil ketua BEM fakultas dan Kordinator Syiar KOMDa.
Setelah beberapa kali berkonsultasi dengan kakak-kakak kelas, yang menyatakan
dukungannya kepadaku, akhirnya aku menyatakan diri siap diajukan menjadi calon
korwil.
Sehari menjelang pemilihan, dengan bantuan teman-teman ku
persiapkan visi dan misi korwil ke depan. Dan pada malam harinya pun aku
menyiapkan diri untuk berbicara di depan anggota Ismafarsi Jabodelata dan
menyampaikan visi misiku menjadi korwil. Keraguan, kebimbangan, ketakutan, dan
ketegangan terus mengiringiku pada saat itu. Aku merasa bahwa aku tidak
berkompeten sebagai korwil. Sebagai seorang korwil yang bisa merangkul semua
anggotanya dan mempunyai banyak relasi. Sedangkan aku berpikir kalau diriku
seorang yang cuek, tidak mau tahu urusan orang, dan tidak ahli dalam
berkomunikasi dan membangun relasi. Bila dibandingkan dengan korwil sebelumnya,
sangat jauh perbandingannya.
Singkat cerita, pemilihan korwil baru dimulai. Setelah pimpinan
sidang menanyakan ke tiap komisariat siapa saja yang akan menjadi calon korwil,
ternyata tidak ada yang mengajukan kecuali komisariat UIN Syahid yang
mengajukan diriku. Jadilah aku calon tunggal. Aku semakin deg-degan saja. Menjadi
korwil ismafarsi Jabodelata semakin dekat. Tetapi, peserta lain sepertinya
kurang menerima keputusan ini. Salah satu dari mereka mengajukan nama-nama yang
mungkin berkompeten sebagai korwil. Dari nama-nama itu, hanya satu orang yang
menyatakan siap sebagai korwil. Jadilah 2 orang calon korwil.
Pemilihan korwil baru dimulai dengan sesi penyampaian visi
misi. Ku sampaikan saja visi misiku dengan percaya diri dan keyakinan bahwa aku
siap dan pantas untuk dipilih. Sedangkan satu calon lagi, tidak mempunyai visi
misi, karena dadakan juga, tanpa persiapan. Satu keunggulan yang kumiliki dan
ku mulai merasa bahwa akulah yang akan terpilih.
Sesi kedua yaitu pertanyaan dari panelis, yang merupakan
pengurus ismafarsi. Mulai dari pertanyaan pertama sampai terakhir semuanya ku
jawab walaupun tidak sempurna dan banyak hal yang belum kuketahui tentang
ismafarsi, khusunya Jabodelata. Setidaknya semua pertanyaan itu ku jawab dengan
lancar dan penuh keyakinan. Lain halnya dengan lawanku. Jawabannya tidak lancar
dan meragukan. Satu poin plus lagi
untukku.
Lanjut ke sesi ke tiga, yaitu pertanyaan dari setiap
komisariat. Pada sesi ini, ku mulai tahu siapa saja yang mendukungku dan lawanku.
Dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan aku berpikir sepertinya kebanyakan
yang memilih lawanku. Mungkin mereka berpikir, bagaimana supaya dia yang
terpilih, bukan aku. Mereka melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang memang
mengunggulkannya. Seperti, acara ismafarsi apa saja yang pernah diikuti dan
seberapa dekat dengan korwil lama. Eksistensiku di ismafarsi memang kurang dan
baru agak aktif sakarang ini saja. Acara-acara yang ku ikuti hanya sedikit dan
tidak terlalu kenal dengan korwil yang lama. Beda dengan lawanku, dia sudah
mengikuti berbagai even ismafarsi dari tingkat daerah sampai nasional, sudah
cukup terkenal dan akrab dengan yang lain, dan juga sudah kenal akrab dengan
korwil yang lama karena memang mereka satu kampus. Tapi aku tetap mendapat
dukungan dari teman-teman komisariatku. Satu pertanyaan dari mereka yang
membuatku unggul, yaitu aktifitas keorganisasian selain ismafarsi. Aku yang
sedang memegang 2 amanah, sebagai wakil ketua BEM Fakultas dan sebagai Kordinator
Syiar KOMDa, merasa lebih dari lawanku yang aktifitas keorganisasiaannya tidak
seberapa dibandingkan denganku. Setelah sesi ini, keyakinanku untuk terpilih
menjadi turun. Karena aku berpikir kalau sebagian besar mereka menginginkan lawanku
yang menang.
Ketika sesi pemungutan suara, kami berdua keluar ruangan. Pemilihan
ini dihadiri 8 komisariat. Satu suara untuk satu komisariat. Walaupun banyak
anggota komisariatnya yang hadir, tetap saja hanya satu suara. Jika suara
berdasarkan individu, sudah pasti aku yang menang karena jumlah anggota
komisariat UIN yang hadir hampir setengahnya dari seluruh peserta. Ketika di
luar ruangan, kami berdua berbincang-bincang sedikit, bercerita tentang pengalaman-pengalaman
di Ismafarsi, dan kesiapan menjadi korwil.
Akhirnya tiba saat pembacaan suara. Kami berdua berdiri di
depan semua anggota Ismafarsi yang hadir. Aku tidak bisa tenang, selalu
diiringi ketegangan. Suara mulai dibacakan. Di awal-awal pembacaan suara namaku
belum tersebut. Sampai pada pembacaan suara yang ke empat, namaku baru keluar. Sampai
3 kali berturut-turut namaku disebut, lalu kembali ke lawanku. Pada pembacaan
suara yang terakhir dimana aku memperoleh 3 suara dan lawanku 4 suara, semakin
membuat deg-degan. Jika itu suara untukku, maka harus ada pemilihan ulang atau
bagaimana aku juga tidak tahu. Tapi jika suara itu untuk lawanku, maka dialah
yang terpilih.
Pembaca mulai membuka kertas suara terakhir. Kemudian membacanya
dengan lantang. Dan...., ternyata yang keluar adalah nama lawanku. Keputusannya
sudah sah bahwa lawanku yang terpilih menjadi korwil selnjutnya. Aku pun
langsung berjabat tangan dengannya dan memberikan ucapan selamat. Ku tenangkan
diriku dan lapangkan dada, menerima keputusan. Sebenarnya, dengan tidak
terpilihnya aku menjadi korwil, membuatku lebih tenang, dibandingkan jika
terpilih. Ada beban amanah baru yang harus aku tanggung, yang bukan merupakan sesuatu
yang mudah. Rasanya hilang semua beban dan tekanan yang ku miliki.
Teman-temanku memberikan apresiasi kepadaku. Walaupun tidak
terpilih, tapi aku sudah mau dan berani mencalonkan diri menjadi korwil. Untuk
pertama kalinya dari UIN mengajukan nama untuk pencalonan korwil. Dan itu
adalah aku. Teman-teman tetap bangga kepadaku. Aku pun bangga, karena selama
ini aku terus mendapatkan dukungan dari teman-teman, meyakinkanku untuk menjadi
korwil Ismafarsi Jabodelata. Pada saat itu merupakan momen yang paling
membahagiakan untukku, yaitu mendapatkan dukungan yang terus-menerus dari
teman-teman demi menjadikan diriku lebih baik dari sebelumnya. Aku berjanji
dalam diriku, walaupun tidak terpilih sebagai korwil, Insya Allah aku tetap
berperan aktif di Ismafarsi.
Ungkapan
kata yang ku buat sendiri, untuk memotivasi diriku menjadi yang terbaik :
“Aku
bukanlah seorang bertipe Quitter, melainkan
seorang yang dulunya Camper yang sedang menjadi Climber, untuk menggapai puncak Extra Ordinary.”
waw ceritanya menarik kak :D
BalasHapusinspiratif kak ;") sukses terusss
BalasHapus