Alhamdullillah, pada tahun ini aku dan keluarga diberi
kesempatan untuk menjalankan ibadah umroh bersama. Memang sudah direncanakan
sejak tahun lalu, dan sudah langsung dibooking
untuk keberangkatan tahun ini, tepatnya pada tanggal 5 – 13 maret 2016 yang
lalu. Meskipun awalnya sempat khawatir akan kepastian keberangkatan kami,
karena sempat diundur 3 kali keberangkatannya. Kami bersyukur, biarpun diundur, tapi tidak terlalu jauh
dengan jadwal keberangkatan awal kami.
Menuju ke tanah suci - baitullah -
Makkah dan Madinah, untuk Haji dan Umroh merupakan perpaduan antara niat,
kemauan kuat, usaha, dan panggilan Allah swt. Banyak orang-orang yang ingin
haji atau umroh, tapi mereka tidak berusaha untuk itu, maka tidak akan
terwujud. Sebagian orang yang mampu dari segi ekonomi, ingin pergi ke tanah
suci, tapi mereka selalu disibukkan dengan urusan dunia sehingga tidak bisa
berangkat. Ada juga yang sudah membayar tiket perjalanan, tapi pada saat sudah
siap untuk diberangkatkan, ternyata terdapat beberapa masalah, sehingga
perjalannyan diundur atau dibatalkan. Pada keadaan lain, ada orang yang kurang mampu dari sisi ekonomi, tapi ibadah dan amal baiknya rajin serta tak bosan-bosannya berdoa, bisa berangkat umroh karena ada yang bersedia membayarkannya. Kondisi-kondisi tersebut menjelaskan
kepada kita bahwa perkara ini bukanlah suatu yang mudah dipenuhi bagi orang yang
mampu (ekonomi ataupun fisik), dan sulit diwujudkan bagi orang yang kurang
mampu.
Kebanyakan orang beranggapan bahwa
umroh dan haji merupakan panggilan Allah, jika belum diberi kesempatan untuk
pergi ke sana, maka belum terpanggil. Tapi, bagaimana kita terpanggil, jika
kita sendiri tidak minta untuk dipanggil? Banyak jalan dan usaha yang dapat
kita lakukan agar bisa dipanggil oleh Allah untuk berkunjung ke tanah suci.
Yang penting kita niatkan terlebih dahulu dan kita jadikan hal tersebut menjadi
salah satu tujuan yang harus kita penuhi, dengan tulus ikhlas, serta ikhtiar
dan tawakkal. Entahlah, bagi kalian pendapatku tersebut benar apa salah. Kita
punya pandangan masing-masing tentang ini.
Bagiku, umroh ini memang bukanlah
hal yang ingin ku capai pada umur mudaku saat ini. Karena memang mayoritas
jamaah umroh adalah orang – orang dewasa dan orang tua (kakek nenek). Berawal
dari obrolanku dengan Almarhumah nenekku, “Abang mau umroh ga? Insyaallah nanti
kalo ada rezeki, enek umrohin abang sama kakak, perginya bareng deh sama ayah
ibu.” Itu merupakan obrolanku dengan almarhumah nenek sekitar 2 tahun yang
lalu, yang pada saat itu nenek masih terlihat sehat wal afiat. Alhamdulillah
hal itupun terwujud pada tahun ini. Itu merupakan hadiah terakhir bagiku dari
nenekku tersayang, sebelum akhirnya berpulang ke rahmatullah pada bulan
desember tahun lalu. Semoga amal ibadahnya diterima di sisi-Nya. Amin.
Baiklah, pada postingan ini aku
akan sedikit menceritakan perjalanan dan pengalamanku saat Umroh awal maret
lalu. Tapi aku tidak akan menjelaskan secara detail mengenai umroh, karena itu
bisa kalian cari tahu sendiri ya dari buku-buku agama ataupun internet.
Bulan maret lalu aku dan keluarga
melaksanakan umroh dengan paket 9 hari, 2 hari total perjalanan pergi – pulang,
3 hari di Madinah, dan 4 hari di Makkah. Ini merupakan paket umroh yang
biasanya orang-orang pilih dan juga yang biasa ditawarkan oleh travel umroh.
Singkatnya, Rute perjalanannya adalah Jakarta – Abu Dhabi – Jeddah – Madinah –
Makkah – Jeddah – Abu Dhabi – Jakarta.
Jakarta – Abu Dhabi – Jeddah
Berangkat dari Bandara
Internasional Soekarno Hatta (biarpun sudah masuk wilayah Banten, tapi tetep
aja disebut Jakarta) menggunakan Pesawat Etihad, yang merupakan maskapai
penerbangan asal Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Kami kumpul di bandara jam 2 siang untuk mendapatkan sedikit arahan dari
pihak travel, serta pembagian ID card,
tiket dan passport. Setelah check in, kami take off sekitar jam 6 sore dengan maskapai yang mensponsori klub
sepakbola Inggris - Manchester City - ini. Penerbangan kami memang tidak langsung menuju
Jeddah, melainkan transit dahulu di Abu Dhabi selama 2 jam. Perjalanan dari
Jakarta menuju Abu Dhabi memakan waktu selama + 9 jam dengan perbedaan
waktu sekitar 3 jam lebih lambat dari Indonesia.
Selama terbang di udara, kami
difasilitasi dengan Inflight
Entertainment sehingga tidak terlalu bosan diperjalanan. Konsumsi pun
selalu siap sedia disaat perut keroncongan. Pihak maskapai sepertinya sudah
paham sekali kapan saat-saat yang tepat untuk membagikan makanan untuk
penumpangnya sehingga kami tidak merasa kelaparan sama sekali selama 9 jam
perjalanan. Sebenernya aku sudah membawa bekal sendiri untuk dimakan di
pesawat. Karena sudah kekenyangan dengan konsumsi yang disediakan, akhirnya
bekal yang dibawa pun tidak dimakan. Di pesawat ini juga akhirnya aku dapat
menonton film yang sebelumnya tidak sempat ku tonton di bioskop, hehe…,
meskipun sedikit menguras energi karena tidak pake subtitle Indonesia, jadi harus lebih fokus mendengar.
Setelah 9 jam terbang, akhirnya
mendarat di Bandara Internasional Abu Dhabi pada jam 12 malam waktu Abu Dhabi.
Di sini kami menunggu sekitar 2 jam untuk kemudian berangkat kembali menuju
Jeddah. Penerbangan menuju Jeddah menggunakan maskapai yang sama dengan ukuran
pesawat yang lebih besar. Memerlukan waktu hingga 4 jam perjalanan dari Abu Dhabi
menuju Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, Arab Saudi, kami tiba
sekitar jam 04.30 waktu Jeddah. Perbedaan waktu Jeddah sekitar 4 jam lebih
lambat dari Jakarta. Setelah melewati bagian imigrasi dan mengambil koper, kami
menunggu sejenak bus jemputan yang akan mengantar kami langsung menuju Madinah.
Ada kejadian unik di sini saat
pertama kali sampai di bandara. Kami beranggapan bahwa sudah masuk waktu shubuh.
Akhirnya kami semua segera bersiap untuk shalat saat semua urusan sudah
selesai. Saat itu sudah sekitar jam 5 kurang, dan mengingat bahwa di Indonesia
Shubuh sekitar jam setengah 5. Kami langsung shalat shubuh di tempat yang telah
disediakan di dekat bagian imigrasi, meskipun itu bukan musolahnya, tapi disediakan
karpet masjid (yang hijau panjang bermotif masjid seperti yang biasa ada di
masjid Indonesia….). Anehnya, kami melihat rombongan dari negara lain,
sepertinya masih wilayah timur tengah, hanya duduk bersila membentuk shaf saja
dan belum shalat. Saat kami shalat pun, mereka semua memandangi kami seperti
keheranan, tapi tak menegur kami sama sekali. Setelah shalat, kami dapat
informasi bahwa belum waktunya shubuh. Pantesan aja tadi tuh orang-orang arab
belum pada shalat. Setelah itu kami kebingungan kapan waktunya shubuh, ada yang
bilang sudah, dan shalat kembali, ada juga yang bilang belum waktunya. Sampai
akhirnya ada salah seorang dari rombongan kami yang menanyakan waktu shubuh di
sanapata petugas, yang ternyata jam setengah 6. Ketika kami beranggapan bahwa
sudah waktunya shubuh, kami pun shalat shubuh berjamaah kembali, setelah
rombongan orang timur tengah itu selesai shalatnya. Dan dipertengahan shalat
shubuh kami, azan pun baru dikumandangkan di bandara.
Jeddah – Madinah
Perjalanan dari Jeddah menuju
Madinah ditempuh sekitar 6 jam. Kami berangkat menggunakan bus berkapasistas 50
orang. Jumlah rombongan kami kalo ga salah 48 orang plus pimpinan rombongan dan
Pembina umroh. Di perjalanan kami dijelaskan sedikit tentang kota Jeddah,
Madinah, Makkah, dan pelaksanaan ibadah umroh. Tapi karena memang pada waktu
itu masih kelelahan, jadi banyak yang tertidur pulas selama perjalanan.
Pemandangan di Arab memang sangat
berbeda dengan Indonesia. Jika di Indonesia selama perjalanan ke luar kota
melalui jalan tol dihiasi dengan pemandangan hijau pepohonan, maka di Arab kita
hanya akan melihat pasir coklat dan bebatuan yang terhampar di sepanjang jalan.
Katanya, untuk menumbuhkan tanaman dan pepohonan di sana memerlukan biaya yang
sangat mahal, mulai dari proses menanamnya hingga memelihara tanaman tersebut.
Bahkan katanya, orang arab bisa disebut kaya raya bukan jika memiliki mobil
ataupun rumah saja. Tapi, baru disebut kaya jika di rumahnya terdapat tanaman
atau pepohonan, karena memang pemeliharaannya rumit dan butuh biaya yang besar.
Air pun menjadi salah satu yang sulit
diperoleh di sana, dan harganya lebih mahal dari bahan bakar minyak. Jika di
Indonesia sering terjadi permasalahan dengan harga BBM yang naik turun sehingga
menimbulkan konflik antara masyarakat dan pemerintah, maka di Arab BBM di jual
dengan harga cukup murah. Maklum saja, negara tersebut merupakan salah satu
negara penghasil minyak terbesar di dunia.
Di tengah perjalanan kami berhenti
sejenak untuk sarapan. Kami berhenti di tempat seperti Rest Area yang terdapat pom bensin, musola dan rumah makan. Kami
pun kumpul untuk sarapan di teras rumah makan tersebut. Tapi kami tidak beli
makanan di situ ya,,, karena kami disiapkan makanan oleh pihak travel yang
sudah disediakan, jadi cuma numpang makan aja di terasnya. Awalnya sempet khawatir
juga klo nanti diusir sama pegawai rumah makannya karena cuma numpang makan
doang tapi ga beli makanan di situ, haha…
Setelah selesai sarapan, kami pun
kembali melanjutkan perjalanan kami menuju Madinah.
Bagaimana kelanjutan ceritanya di
Madinatul Munawwarah?
Karena postingan ini sudah cukup
panjang, maka dilanjutkan ke postingan selanjutnya ya…
Klik UMROH 2016 : Bagian 2 - Madinatul Munawwaroh
Klik UMROH 2016 : Bagian 2 - Madinatul Munawwaroh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar